Rupiah berhasil rebound di hadapan dolar Amerika Serikat hingga akhir perdagangan Rabu (13/11/2024), setelah dua hari berturut-turut alami pelemahan.
Melansir data Refinitiv, hari ini (13/11/2024) nilai tukar garuda naik tipis hingga 0,03% ke level Rp15.770/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi pada rentang Rp15.795/US$ hingga Rp15.740/US$.
Bersamaan dengan penguatan rupiah, indeks dolar AS (DXY) juga naik hingga 0,09% pada pukul 15.00 di posisi 106,12, sedikit menguat dibandingkan angka penutupan sehari yang lalu yakni di posisi 106,02
Lebih lanjut penguatan rupiah terjadi di tengah penguatan DXY yang didorong oleh ekspektasi bahwa Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) tidak akan seagresif yang diperkirakan dalam memangkas suku bunga.
Berdasarkan survei CME FedWatch Tool pada 27 September 2024, ekspektasi untuk pemangkasan suku bunga cukup tinggi, dengan proyeksi penurunan hingga 50 basis poin (bps) menuju kisaran 4,25-4,50% yang diprediksi sebesar 53,3%.
Namun, dalam pertemuan November, The Fed hanya memangkas suku bunga sebesar 25 bps. Ekspektasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut pada pertemuan Desember juga menurun.
Awalnya, per 1 November 2024, pasar memperkirakan adanya pemangkasan 25 bps dengan probabilitas sebesar 82,73%, namun saat ini, probabilitasnya turun menjadi hanya 58,7%.
Perubahan sentimen pasar ini didorong oleh data tenaga kerja AS yang solid, termasuk angka non-farm payroll yang di atas ekspektasi, serta laju pengangguran yang rendah.
Selain itu, hasil pemilu AS yang memenangkan Donald Trump atas Kamala Harris juga turut memicu penguatan DXY. Investor khawatir bahwa kebijakan Trump yang cenderung menaikkan tarif impor akan membuat inflasi di AS lebih sulit terkendali, mendorong harga-harga barang menjadi lebih mahal dan menambah tekanan pada The Fed untuk mempertahankan suku bunga tinggi.
Presiden Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari, menegaskan bahwa inflasi AS kemungkinan masih akan mengalami lonjakan, bahkan melebihi ekspektasi pasar.
Konsensus memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS untuk Oktober akan dirilis pada malam ini (13/11/2024), dengan proyeksi pertumbuhan 2,6% yoy dari sebelumnya 2,4% yoy.
Jika inflasi meningkat lebih tinggi, maka peluang The Fed untuk menahan suku bunga di pertemuan Desember akan semakin besar, memberikan tekanan tambahan bagi rupiah.