Situasi perpolitikan di Indonesia kembali memanas setelah Badan Legislasi (Baleg)Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan hal yang berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Hal ini membuat masyarakat melakukan protes yang membanjiri media sosial pada Rabu (21/8/2024). Netizen di Indonesia ramai membagikan gambar garuda berlatar warna biru di media sosial dengan tulisan “”Peringatan Darurat”.
Pantauan CNBC Indonesia, sejak Rabu kemarin hingga Kamis pagi, banyak yang mengunggah Instagram Stories dengan mematrikan visual tersebut.
Aksi protes tidak hanya ramai di media sosial tetapi juga di lapangan.
Ribuan aksi mahasiswa menggelar demo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pagi hari ini. Demo dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) dan para buruh sebagai protes terhadap revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR RI.
Adapun protes masyarakat bermula dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Putusan dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa lalu. Hakim mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan kedua partai tersebut terhadap UU Pilkada.
Dalam keputusan MK disebut partai politik (parpol) tidak perlu memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengajukan calon kepala daerah.
Namun, Baleg DPR kemudian memutuskan hal yang berbeda dengan MK DPR sepakat jika perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Partai yang mempunyai kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20% kursi DPRD atau 25% suara pemilu sebelumnya.
DPR juga memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) sehingga batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih dan bertolak belakang dengan putusan MK.
Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada 4 Juni 2024 menyebut batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih
Aksi demo mahasiswa dan buruh pada pagi hari ini pun menambah deretan aksi demo menolak dominasi pemerintah yang terlalu berlebihan. Pada era pemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sudah beberapa kali aksi demo dilakukan, mulai dari demo Pemilu 2019, demo RUU Kitab Undang-undang Hukum Perdana (KUHP), dan lain-lainnya.
Berikut daftarnya.
1. Demo Pemilu 2019
Tak hanya baru kali ini saja demo terkait pemilihan umum (Pemilu) atau Pilkada terjadi. Pada 2019 lalu tepatnya 21-22 Mei 2019, terjadi aksi demo hingga berunjung kerusuhan terjadi di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat.
Demo ini digelar dari kalangan yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019. Lebih dari 400 orang ditangkap. Kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 sebatas bentrok antara massa dengan aparat di sejumlah titik sekitar Sarinah, Tanah Abang, dan Sabang. Tidak sampai terjadi penjarahan.
Bermula dari aksi unjuk rasa para pendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno di depan kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Sarinah, Jakarta Pusat. Pasangan tersebut kalah dari Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Kepolisian saat itu memberlakukan status siaga satu mulai dari 21 hingga 25 Mei 2019 untuk pengamanan usai penyampaian hasil final rekapitulasi nasional Pemilu 2019.
Langkah itu diambil sebagai antisipasi jika terjadi kekacauan mengingat pendukung Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf terlibat dalam perseteruan yang kental hingga ke akar rumput.
Sebanyak 6 orang dikabarkan meninggal akibat kerusuhan di kawasan Jakarta. Kericuhan sendiri terjadi tengah malam, tepat menjelang aksi 22 Mei 2019.
2. Demo Tolak RUU KUHP
Pada September 2019 lalu, gedung DPR/MPR RI, Jakarta dipenuhi oleh massa aksi mahasiswa yang berdiri di depan pintu gerbang gedung parlemen. Massa aksi tersebut bertujuan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggeruduk gedung parlemen untuk melayangkan kekecewaan mereka tentang RUU KUHP yang mereka nilai memuat poin-poin yang bermasalah dan merugikan masyarakat.
Tak hanya di Jakarta saja, demonstrasi itu juga digelar di berbagai kota, seperti Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.
Mereka menyampaikan misi tidak percaya kepada anggota dewan yang dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat terkait sejumlah produk undang-undang yang disahkan.
Saat itu para mahasiswa menolak RKUHP yang sejumlah pasalnya dinilai bermasalah. Mereka juga RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertambangan Minerba, dan RUU Sumber Daya Air.
Salah satu penyebabnya adalah pembahasan RKUHP dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mewakili pemerintah dan Komisi III DPR pada 15 September 2019.
3. Demo Tolak RUU KPK
Tidak hanya menyoal RUU KUHP, pada kesempatan yang sama, aksi massa mahasiswa juga melayangkan penolakan mereka terhadap revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Revisi tersebut dinilai melemahkan kekuatan KPK untuk mengentaskan korupsi di Indonesia. Sehingga, aksi massa yang sama di gedung parlemen melayangkan kekecewaan mereka terhadap revisi UU KPK.
Dalam aksi ini, aksi massa juga menyoroti pemilihan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Padahal, Firli adalah tokoh yang kontroversial dan mendapat banyak penolakan dari banyak penggiat anti korupsi.
4. Demo Tolak RUU Cipta Kerja
Puncak pergerakan aksi massa mahasiswa secara besar-besaran terjadi pada awal tahun 2020 silam dengan adanya RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang akhirnya disahkan menjadi RUU Cipta Kerja sebagai bagian dari serangkaian undang-undang sapu jagat (Omnibus Law).
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi memadati berbagai titik demonstrasi di seluruh Indonesia. Yogyakarta sebagai kota pelajar juga dipadati dengan massa aksi yang tergabung dalam gerakan ‘Gejayan Memanggil’ sebagai salah satu pergerakan menolak omnibus law tersebut.
Tidak hanya mahasiswa, ratusan buruh juga turut menyuarakan penolakan mereka terhadap undang-undang yang mereka nilai merugikan pekerja dan hanya menguntungkan segelintir pihak saja.
Bahkan, perumusan naskah undang-undang tersebut juga dinilai tidak melibatkan rakyat kecil dalam penyusunannya.
5. Demo Tolak Presiden 3 Periode
Pada April 2022, demonstrasi mahasiswa terjadi untuk menolak wacana presiden 3 periode. Massa aksi yang terdiri atas mahasiswa berkumpul di kawasan gedung DPR dan kawasan Istana Merdeka pada Senin, 11 April 2022.
Mereka menolak wacana presiden 3 periode sekaligus wacana penundaan pemilu yang dinilai menciderai konstitusi. Dalam aksi yang sama, mereka juga menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan yang tengah melanda masyarakat seperti harga minyak goreng serta kebutuhan lainnya yang sedang mengalami kenaikan.
6. Demo RUU Pilkada 2024
Terakhir yakni pada hari ini, elemen mahasiswa, buruh, dan beberapa masyarakat pun melakukan aksi demo di DPR RI, MK, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menolak pengesahan RUU Pilkada 2024.
Sebelum melakukan aksi, masyarakat sempat melakukan protes yang membanjiri media sosial pada Rabu (21/8/2024). Netizen di Indonesia ramai membagikan gambar garuda berlatar warna biru di media sosial dengan tulisan “”Peringatan Darurat”.
Pantauan CNBC Indonesia, sejak Rabu kemarin hingga Kamis pagi, banyak yang mengunggah Instagram Stories dengan mematrikan visual tersebut.
Kemudian pada hari ini, aksi protes oleh BEM SI dan para buruh sebagai protes terhadap revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Panja revisi UU Pilkada Baleg DPR RI.