Selama Ini Salah, Manusia Lahir Ternyata Bukan dari Sperma Terkuat

Ilustrasi Sperma. (Dok. Freepik)

Barangkali kita sering mendengar narasi manusia lahir dari sperma terkuat. Setiap manusia lahir di dunia karena satu sperma yang berhasil menyaingi jutaan sperma lain.

Narasi ini biasanya juga dibarengi oleh cerita motivasi yang dipelihara banyak orang: bahwa manusia seperti sperma yang bisa menjadi pemenang karena menyaingi manusia (sperma) lain.  

Meski begitu, ada kekeliruan yang terlanjur membekas dalam benak orang, yakni menganggap pria memegang andil utama dalam proses pembuahan dan menihilkan peran perempuan. Padahal, riset ilmiah sudah mematahkan pandangan tersebut. 

Salah satunya adalah peneliti Universitas Zurich, Robert D Martin, yang berupaya mematahkan mitos keperkasaan sperma dalam “The Macho Sperm Myth” di situs Aeon. Menurutnya, narasi perlombaan jutaan sperma untuk mencapai sel telur adalah bentuk fantasi pria semata dan dongeng ilmiah.

Akibatnya, proses biologis perempuan dianggap kurang berharga ketimbang laki-laki. Padahal, perjalanan sperma di di organ reproduksi perempuan tidak seperti lari maraton. Robert bahkan menyebut seperti rintangan militer yang sangat menantang. 

Rintangan tersebut terjadi karena sperma harus melintasi fisiologi organ reproduksi perempuan. Riset menyebut pria sekali melakukan ejakulasi bisa mengeluarkan 100 juta sperma. Namun, 100 juta tersebut akan berkurang perlahan karena ada penyeleksian otomatis dari organ reproduksi perempuan.

Pertama, terjadi di vagina. Vagina yang memiliki tingkat keasaman tinggi membuat banyak sperma mati. Selanjutnya, sperma yang tersisa harus menembus lendir di serviks atau mulut rahim. Artinya, terjadi penyeleksian lagi. Sperma yang mengalami cacat harus tersingkir. 

Ketika sperma berhasil menembus mulut rahim, dia tidak bisa berenang begitu saja sendirian. Maksudnya, rahim melakukan penyeleksian lagi. 

“Begitu berada di saluran telur, sperma terikat sementara ke permukaan bagian dalam, dan hanya sebagian yang dilepaskan dan dibiarkan mendekati sel telur,” tulis Robert.

Artinya, pada titik ini perlombaan sperma yang banyak dinarasikan dapat dipatahkan. Faktanya, ada kontraksi otot rahim juga yang membuatnya mampu bergerak melewati tuba fallopi sebelum akhirnya tiba di sel telur.

Pendapat ini diperkuat oleh peneliti dari Universitas Stockholm, John Fitzpatrick, kepada CNN International. Saat proses reproduksi, sistem imun perempuan akan menyerang sperma karena menganggapnya sesuatu yang asing. 

Selama proses penyeleksian tersebut jumlah sperma yang awalnya 100 juta, menurun secara bertahap. Sperma berkualitas jelek dan berpotensi menghasilkan cacat otomatis tersingkirkan.

Pada akhirnya, dari awalnya ratusan juta sperma tersisa ratusan sperma saja yang akan mengelilingi sel telur pada saat pembuahan. Dari sini sel telur perempuan akan memilih sperma mana yang akan menjadi pemenang beruntung yang dapat memantik proses pembuahan.

Dari uraian tersebut, dapat dipastikan organ reproduksi perempuan tidak diam saja atau pasif. Faktanya organ perempuan berperan aktif dalam proses penyeleksian sperma. Jadi, pandangan maskulinitas yang mengunggulkan peran pria dapat dipatahkan.

Meski begitu, pematahan pandangan juga tak mudah sebab sudah terlanjur mengakar. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*