- Nilai tukar rupiah dan IHSG bergerak berlawanan arah. IHSG loyo dengan penurunan lebih dari 3%, sementara rupiah masih menguat tipis.
- Bursa Wall Street kompak koreksi terseret ambruknya saham teknologi akibat muncul peringatan resesi AS.
- Sentimen pasar keuangan hari masih akan digerakkan oleh kelanjutan dari ancaman resesi yang memicu pelaku pasar meminta the Fed rapat darurat.
Pergerakan pasar keuangan RI sangat volatil kemarin, Senin (5/8/2024). Indeks Harga saham Gabungan IHSG) jatuh lebih dari 3%, sementara rupiah masih menguat tipis.
Pasar keuangan hari ini diproyeksi masih volatile. Sentimen selengkapnya terkait prospek pergerakan pasar hari ini, Selasa (6/8/2024)n bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Membahas soal pasar keuangan kemarin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlebih dahulu, terpantau pergerakannya sangat volatil.
Secara intraday pada perdagangan kemarin, IHSG sempat turun paling dalam ke 6.998,81 dengan persentase penurunan lebih dari 4%.
Pelaku pasar sempat mewaspadai IHSG bisa mengalami trading halt, syukurnya itu tidak terjadi lantaran ada penarikan candle ke atas, sehingga IHSG pada penutupan berakhir dengan penurunan 3,40% ke posisi 7.059,65.
Koreksi IHSG kemarin terbilang cukup dalam dan menjadi yang paling parah sejak 9 Mei 2022 atau lebih dari dua tahun terakhir di mana IHSG jatuh 4,4%.
Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai Rp14,25 triliun dengan 24,94 miliar lembar saham berpindah tangan lebih dari 1,35 juta kali. Adapun 592 saham turun, 134 tidak ada pergerakan, sementara yang menguat hanya ada 62 saham.
Pergerakan IHSG
Semua sektor di IHSG terkapar dalam zona merah. Sektor utilities paling ambruk, terjun lebih dari 7%, sektor basic materials menyusul dengan ambles 4,20%. Adapun sektor industrial, real estate, energy, dan financial kompak terkoreksi di kisaran 3%.
Lalu ada sektor teknologi dan consumer non cyclicals turun sekitar 2%, sisanya consumer cyclicals koreksi 1,30% dan healthcare susut 1,03%.
Melihat dari sisi konstituen, saham afiliasi Prajogo Pangestu, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menyumbang koreksi IHSG paling dalam, masing-masing 27,65 dan 25, 37 poin.
Saham banking big caps menempati urutan selanjutnya sebagai laggard IHSG paling besar. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyeret turun 21,43 poin, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 20,90 poin, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 21,43 poin.
Dari sisi makro, kejatuhan IHSG terjadi karena pelaku pasar mengantisipasi peringatan resesi Amerika Serikat (AS) akibat data pasar tenaga kerja yang keluar melambat jauh dari ekspektasi.,
Dimulai dari klaim pengangguran naik signifikan ke 249.000, melampaui ekspektasi yang proyeksi hanya naik 1000 ke 236.000 klaim.
Selain itu, data Non Farm Payrolls (NFP) atau data pekerjaan tercatat di luar pertanian juga tercatat tumbuh cukup rendah bahkan di bawah ekspektasi pelaku pasar. Hanya bertambah 114.000 lapangan pekerjaan pada Juli 2024, jauh di bawah ekspektasi yang memperkirakan tambahan 175.000 pekerjaan.
Yang menjadi perhatian lainnya yakni munculnya indikator Sahm yang menunjukkan probabilitas terjadinya resesi di AS. Hal ini sontak membuat pasar menjadi sangat volatil dan memberikan fearness tersendiri.
Akibat risiko resesi, potensi penurunan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) kian meningkat tetapi pelaku pasar menilai potensi terjadinya hard landing, dengan potensi penurunan hingga 50 basis poin (bps) pada September.
Sebenarnya ini merupakan hal baik bagi market lantaran akan menjadi booster likuiditas di mana indeks dolar (DXY) akan melandai. sehingga dana akan mengalir ke emerging market lagi, termasuk di sini rupiah bisa menjadi salah satu yang diuntungkan. Pasalnya, ketika indeks dolar turun, tekanan terhadap rupiah mereda.
Hal tersebut mulai tercermin pada pergerakan nilai tukar rupiah kemarin yang kemarin menguat, meskipun IHSG ambruk.
Melansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,09% di angka Rp16.180/US$ pada kemarin, Senin (5/8/2024). Hal ini semakin memperpanjang tren apresiasi yang telah terjadi sejak 31 Juli 2024 atau empat hari beruntun.
Sementara DXY pada pukul 15:11 WIB turun 0,54% di angka 102,65. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi kemarin yang berada di angka 103,2.
Pergerakan Rupiah Melawan Dolar AS
Sementara itu, kemarin dari domestik Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,05% secara tahunan (yoy) pada kuartal kedua tahun ini , ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 5,11% yoy.
Pertumbuhan ekonomi RI meskipun cenderung melambat, tetapi capaian saat ini sesuai dengan target di mana masih tumbuh di atas 5% yoy.
Senada dengan rupiah, harga Surat Berharga Negara (SBN) juga naik sehingga imbal hasilnya melandai. Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, jatuhnya imbal hasil US Treasury, serta masuknya investor asing ikut membantu penurunan imbal hasil.
Imbal hasil SBN tenor 10 tahun melandai ke 6,08% atau menjadi yang terendah sejak Mei 2024.