
Penyerapan lelang Surat Utang Negara (SUN) pada akhir Oktober menjadi yang terendah tahun ini. Minat asing yang masuk sedikit hanya Rp2,52 triliun.
Pada Selasa pekan ini (29/10/2024), pemerintah telah melaksanakan lelang SUN untuk delapan seri yakni SPN03250129 (new issuance), SPN12251030 (new issuance), FR0104 (reopening), FRSDG001 (reopening), FR0103 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) dan FR0105 (reopening) melalui sistem lelang Bank Indonesia.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penawaran total yang masuk pada lelang terakhir sebesar Rp29,58 triliun.
Jumlah tersebut menjadi yang terendah dalam setahun terakhir, bahkan yang diserap pemerintah menjadi yang paling buncit tahun ini hanya sebesar Rp18,85 triliun, tidak memenuhi target minimal dari rencana lelang sebesar Rp22 triliun.
Adapun untuk minat asing yang masuk juga sedikit hanya Rp2,52 triliun, ini menjadi yang terendah sejak lelang SUN 14 November tahun lalu yang mampu menggaet asing masuk sebesar Rp3,88 triliun. Sementara itu minat asing yang terserap hanya sebesar Rp1,80 triliun.
Jika melihat lebih spesifik dari minat asing terhadap delapan seri SUN yang dilelang kebanyakan masih masuk ke seri FR0103 atau surat utang acuan RI dengan tenor 10 tahun sebanyak Rp1 triliun, tetapi yang diserap pemerintah tak sampai setengahnya hanya mencapai Rp403,73 miliar.
Sementara pemerintah paling banyak menyerap surat utang untuk tenor lima tahun sebanyak Rp854,18 miliar, setara 95% dari minat asing yang masuk sebanyak Rp899,50 miliar.
Sedangkan untuk surat utang tenor jangka pendek kurang dari setahun tidak ada yang terserap. Minat asing yang masuk hanya di tenor tiga bulan sebanyak Rp18 miliar, sementara tenor satu tahun tidak laku.
Asing tampaknya masih tak begitu agresif masuk pasar keuangan RI menilai dari minat yang masuk sangat buncit. Hal ini ditengarai pemilu presiden di negeri Paman Sam tinggal menghitung hari yang membuat suhu politik semakin panas.
Selain itu, penurunan tingkat pengangguran selama dua bulan beruntun di Amerika Serikat (AS) telah membuyarkan ekspektasi penurunan suku bunga secara agresif.
Perubahan ekspektasi ini kemudian mendorong harga obligasi jatuh dan indeks dolar AS (DXY) kembali menguat. Imbasnya, rupiah pun sempat kembali tersungkur ke level Rp15.700/US$ pada akhir Oktober ini.
Di sisi lain, perang Israel yang meluas tidak hanya Gaza dan Tepi Barat, tetapi juga ke negara lain seperti Lebanon dan Iran telah membuat pasar khawatir terhadap pergerakan harga komoditas yang akan mengetat.
Meskipun sejauh ini harga minyak diluar dugaan malah kembali turun dan permintaan juga masih lesu lantaran ekonomi China juga masih berjuang untuk bangkit akibat krisis dari sektor properti-nya.