
Pembangkit listrik tenaga fosil yang mayoritas bersumber dari batu bara thermal diprediksi turun pada 2025. Ini akan menjadi yang pertama kali terjadi sejak satu dekade terakhir.
Terakhir kali produksi energi termal turun adalah pada 2015, saat pertumbuhan permintaan listrik melambat akibat krisis ekonomi.
Namun, gelombang panas ekstrem diperkirakan masih akan menjadi tantangan berat lantaran bisa meningkatkan penggunaan batu bara karena permintaan listrik yang meningkat untuk pendingin udara. Selain itu, keterbatasan kapasitas transmisi juga bisa menghambat konsumsi energi terbarukan.
Meski begitu, prospek penurunan produksi listrik dari energi fosil tahun ini sudah menjadi sinyal positif bagi dekarbonisasi sektor kelistrikan di China yang saat ini masih menyumbang 60% dari emisi.
Sang Naga Asia tersebut menargetkan bisa menurunkan emisi karbon jadi nol pada 2060 dan puncak emisi diperkirakan bisa tercapai sebelum tahun 2030 mendatang.
Kapasitas Energi Baru Terbarukan China Pecah Rekor Lagi
Mengutip Reuters, China pada 2024 lalu kembali memecahkan rekor penambahan kapasitas energi baru terbarukan (EBT). Hal ini kontras dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang baru-baru ini memutuskan keluar dari perjanjian iklim Paris.
Pembangkit listrik energi terbarukan terbesar di dunia saat ini adalah Bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) di China. Meskipun bendungan ini terutama dikenal sebagai pembangkit listrik tenaga air, ia juga memanfaatkan energi terbarukan dalam skala besar. Bendungan ini memiliki kapasitas terpasang sekitar 22.500 MW, menjadikannya pembangkit listrik terbesar di dunia berdasarkan kapasitas produksi.
Selain itu, ada juga proyek energi terbarukan lain yang sangat besar, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya Tengger Desert Solar Park di China, yang merupakan salah satu taman surya terbesar di dunia dengan kapasitas sekitar 1.547 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin Gansu di China, yang merupakan kompleks tenaga angin terbesar di dunia dengan kapasitas terpasang lebih dari 6.000 MW (dan direncanakan mencapai 20.000 MW di masa depan).
Pada tahun 2024, China memecahkan rekor dalam peningkatan kapasitas pembangkit listrik energi hijau, menegaskan posisinya sebagai pemimpin global dalam transisi energi terbarukan.
Menurut laporan Badan Energi Nasional (National Energy Administration/NEA) pada Selasa (21/1/2025), pencapaian tersebut didorong oleh penambahan kapasitas sebanyak 277 gigawatt (GW) pada sepanjang 2024.
Tambahan itu merupakan yang tertinggi dalam sejarah dan melampaui rekor tahun sebelumnya yang juga dipegang oleh negeri Tirai Bambu tersebut sebesar 217 GW.
Instalasi energi terbarukan tersebut sekaligus menandai dicapainya bauran energi terbarukan China yang lebih cepat dari target 2030.
Mengutip laman Reuters, pembangunan energi hijau yang pesat ini menyebabkan tiga dari empat analis memperkirakan akan terjadi stagnasi atau penurunan output tenaga fosil, karena energi terbarukan memenuhi pertumbuhan permintaan listrik secara keseluruhan, yang diperkirakan sebesar 6% hingga 7,5%, dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 6,8%.