Ekonomi AS Panas, BI Ramal The Fed Cuma Sekali Pangkas Suku Bunga

Gedung BI

Kembali meningkatnya potensi tekanan inflasi di Amerika Serikat hingga makin ketatnya ketersediaan tenaga kerja di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump membuat peluang bank sentral AS The Federal Reserve atau The Fed memangkas suku bunga acuannya akan semakin minim.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya mengatakan, kemungkinan bank sentral AS memangkas suku bunga acuan Fed Fund Rate hanya akan menjadi satu kali saja pada tahun ini. Pemangkasannya pun berpotensi dilakukan baru pada semester II-2025.

“Kita perkirakan FFR (Fed Fund Rate) sedikit lebih rendah dari perkiraan semula, kita perkirakan ke depan FFR akan mereka cut satu kali di 2025, dan ini yang akan dilakukan di semester II,” kata Juli dalam acara di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Aceh, Jumat (7/2/2025).

Juli menjelaskan, penguatan ekonomi AS ini ada beberapa faktor pendukung. Dari sisi permintaan, penguatan dipicu dari level kelas masyarakat menengah bawah, akibat dukungan stimulus fiskal dari pemerintah yang mendorong konsumsi masyarakat kelas itu.

Level kelas masyarakat atas juga ada dorongan dari faktor-faktor yang disebut wealth effect, yakni harga saham hingga properti yang dimiliki kelas atas ini terus meningkat, sehingga konsumsi kelas atas menguat.

Sementara itu, dari sisi produksi, belanja di Amerika Serikat itu lebih tinggi dari negara-negara lain, seperti Jepang dan Korea Selatan. Belanja yang tinggi di sektor high tech dan AI kata Juli membuat produktivitas yang tinggi di negri Paman Sam itu.

“Hal itu membuat ekonomi AS masih tumbuh kuat sehingga kita perkirakan pertumbuhan ekonomi AS kan kita revisi ke atas dari beberapa faktor tadi, di sisi lain Eropa ekonominya lemah, ada masalah fiskal konsolidasi di Prancis dan Jerman, dan di China masih ada permasalahan di sektor properti,” tegasnya.

Selain itu, Juli mengungkapakan, di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump periode kedua ini ada tambahan kebijakan-kebijaakan yang diterapkan terkait tarif perdagangan. Ini ia anggap akan membuat inflasi AS makin terdorong ke atas, apdahal sudah didorong dari sisi tingginya permintaan.

“Dari sisi tax juga ada insentif lagi buat ekonomi AS terutama dari sisi koprorpasi ini akan tingkatkan demand, dorong pertumbuhan ekonominya, dan tentu akan tingkatkan inflasi, tapi di sisi lain karean dia potong tax, defisitnya meningkat, sehingga butuh pembiayaan besar ini berdampak ke yield US Treasury jangka pendek-panjang,” ucap Juli.

Dengan tingginya belanja untuk mendorong stimulus, dan membuat kebutuhan pembiayaan anggaran yang tinggi, Trump kata Juli juga masih membuat kebijakan yang membuat pasar tenaga kerja di AS makin ketat, terutama imbas kebijakan imigrasinya dengan mendeportasi para tenaga kerja yang ia anggap tak legal.

“Hal-hal ini mengakibatkan ketidakpastian di global, akibatnya karena inflasi tinggi ekspektasi penurunan Fed Fund Rate tentunya berbeda-beda sehingga kita akan lebih lambat dari perkiraan semula baik dari sisi demand maupun dari segi tarif tadi,” ucap Juli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*